Pengguna jasa bandara beberapa waktu lalu sempat dihebohkan dengan penertiban taksi gelap di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan. Satu per satu mobil yang masuk bandara diperiksa untuk memastikan bukan bagian dari taksi gelap. Padahal mereka bermaksud menjemput anggota keluarga yang baru saja tiba di Kota Minyak.
Beberapa yang terjaring penertiban, harus merelakan kendaraan disita sementara. General Manager (GM) Bandara SAMS Sepinggan Farid Indra Nugraha menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan pengguna jasa bandara. Dia memastikan, tak akan ada lagi mobil pribadi yang menjemput keluarga mendapat perlakuan tidak mengenakkan. Kepada Kaltim Post, Farid menjelaskan, penertiban kendaraan perlu dilakukan. Mengingat semakin hari, kian ramai angkutan sewa pelat hitam masuk ke bandara mengambil penumpang.
Padahal kendaraan yang tidak berizin seperti taksi gelap dan taksi online dilarang mengangkut penumpang dari bandara. Mereka hanya boleh mengantar penumpang saja. “Kami sempat menemukan ada mobil yang ditahan, sekarang sudah kami tangani. Dari 17 mobil yang ditahan, semua sudah dikembalikan, tersisa 2 mobil yang belum diambil karena belum ketemu dengan pemiliknya,” ucapnya.
Dia melanjutkan, penertiban tersebut dilakukan langsung oleh Aviation Security (Avsec) Angkasa Pura (AP) I. Sementara personel TNI Angkatan Udara sebagai back up. Farid menyebutkan, kondisi di Bandara SAMS Sepinggan sudah kondusif dan kembali normal seperti sedia kala. Dirinya menjamin, penertiban seperti ini tidak akan terjadi lagi. Mengingat semua kegiatan di bandara diatur oleh AP I. Menurutnya, pihaknya hanya mengikuti keputusan dan aturan yang sudah ditetapkan Kementerian Perhubungan.
Penertiban berpedoman pada Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Mengenai Larangan Mengangkut Penumpang dengan Tujuan Tertentu (taksi gelap). Kemudian Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. Serta Perda Balikpapan Nomor 7 Tahun 2000 tentang Izin Angkutan Umum.
“Dalam waktu dua minggu ini sedang dicarikan cara agar dapat mengakomodasi taksi gelap sesuai aturan yang berlaku. Selama masa peralihan ini, memang masih perlu dilakukan pembenahan dan penyesuaian,” ujarnya. Namun hal yang terpenting, AP I telah berusaha mencari solusi dan jalan keluar dari permasalahan ini. Dia bercerita, manajemen AP I sudah berkomunikasi dengan sopir angkutan sewa umum pelat hitam. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan. Di antaranya, sopir taksi gelap akan membentuk paguyuban yang nantinya memiliki badan hukum.
Apabila paguyuban sudah berbadan hukum dan resmi, nantinya mereka akan mengajukan izin kepada Dinas Perhubungan Kaltim. Setelah mendapat persetujuan dari pemerintah daerah, badan usaha tersebut bisa segera mendaftarkan izin usaha kepada AP I. Sehingga mereka bisa menjalankan usaha di Bandara SAMS Sepinggan. “Jadi, mereka tidak lagi menjadi sebuah usaha ilegal. Dengan begitu, pendapatan mereka dan layanan untuk penumpang juga tidak berkurang. Saya harap, teman-teman paguyuban juga mengikuti kesepakatan ini,” katanya.
Kisruh angkutan pelat hitam di Bandara SAMS Sepinggan sama dengan di Bandara Juanda Surabaya. Adapun jalan keluar yang diambil adalah pendirian Badan Pensiunan Pegawai Perhubungan (BP3). Sebuah badan usaha berbentuk koperasi yang menampung mobil sewaan pelat hitam sampai taksi online. Setelah ada badan usaha yang resmi, mereka bisa mendaftarkan usaha ke AP I. Kini, taksi pelat hitam yang bergabung dalam BP3 sudah bisa beroperasi di Bandara Juanda. Tidak jauh berbeda, nantinya AP I Bandara SAMS Sepinggan akan menyediakan slot dan tempat sesuai kebutuhan kuota yang ditetapkan untuk menampung sopir. Semua tinggal menunggu proses dan teknisnya saja.
“Kita menunggu proses administrasi dari paguyuban. Target bulan ini secara administratif tuntas, nanti melihat mana yang paling memungkinkan dan disetujui pemerintah daerah,” bebernya. Apabila paguyuban ternyata tak bisa membuat badan usaha resmi, AP I menyiapkan alternatif. Yakni sopir bisa bergabung dengan badan usaha yang sudah terbentuk dan resmi beroperasi di Bandara SAMS Sepinggan. Di antaranya Kokapura dan Primkopau. Dengan begitu, AP I tetap akan memberikan peluang usaha.
Menurutnya, hal ini adalah solusi bersama yang melibatkan unsur pengamanan dan pemerintah. Apapun keputusannya, harus tetap sesuai prinsip AP I. Yaitu menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpang. Semua ini juga masuk dalam penyempurnaan layanan kepada masyarakat. Ia meminta masyarakat juga bisa mendukung dengan taat pada aturan tersebut.
“Kami mengupayakan solusi yang terbaik, semua orang bisa berusaha di bandara. Namun, syaratnya harus sesuai ketentuan dan peraturan yang ada,” imbuhnya. Dia berpendapat, wajar ada persaingan bisnis karena sudah ada pasar yang terbentuk di bandara. Namun, tetap saja perlu keseimbangan. Jangan serta-merta pasar tergerus bagi mereka yang sudah lebih dulu beroperasi.
“Sementara untuk taksi online, saya pikir ada peraturan khusus karena pendekatan juga berbeda. Apalagi mereka menggunakan teknologi. Harapannya, Kokapura dan Primkopau nantinya bisa bekerja sama dengan perusahaan online. Jadi tetap ini perlahan, kami akan tetap berusaha mengakomodasi semua,” pungkasnya.